Memilih imam shalat adalah salah satu hal yang urgent dalam ibadah. Untuk itu, seorang imam shalat diharuskan memiliki kriteria tertentu.
Tapi ketika dihadapkan pada pilihan antara imam yang pandai fikih atau imam yang hafal Al-Qur’an (hafidz), maka siapa yang harus didahulukan untuk menjadi imam shalat ?
Menurut Qaul ashah, orang yang ahli fikih lebih diprioritaskan dalam menjadi imam shalat. Seperti yang dijelaskn oleh Syekh Khatib asy-syirbini berikut
(والأصح أن الأفقه) في باب الصلاة وإن لم يحفظ قرآنا غير الفاتحة (أولى من الأقرأ) وإن حفظ جميع القرآن؛ لأن الحاجة إلى الفقه أهم لكون الواجب من القرآن في الصلاة محصورا والحوادث فيها لا تنحصر، ولتقديمه – صلى الله عليه وسلم – أبا بكر في الصلاة على غيره مع وجود من هو أحفظ منه للقرآن
“Menurut pendapat yang lebih shahih: Sesungguhnya orang yang pandai fikih, dalam bab shalat, meskipun tidak hafal Al-Qur’an lebih didahulukan daripada orang pandai bacan dan hafal seluruh Al-Qur’an. Sebab kebutuhan akan fikih jauh lebih penting karena kewajiban yang berkaitan dengan Al-Quran dalam shalat sangat terbatas, sementara permasalahan hukum fikih didalamnya tidak terbatas. Hal itu juga bertendensi dari Rasulullah SAW yang lebih mendahulukan sahabat Abu Bakar RA daripada sahabat yang lain dalam hal mengimami shalat meski kenyataannya ada sahabat yang lebih baik hafalan Al-Qur’annya (Mughni al-Muhtaj, 1/486)”
Adapun terkait hadis Rasulullah SAW yang menjelaskan bahwa orang yang pandai bacaan Al-Qurannya lebih didahulukan untuk menjadi imam, memiliki konteks yang berbeda. Sebab fakta pada zaman Raulullah SAW, seluruh sahabat Nabi SAW lebih dulu belajar fikih kemudian menghafal Al-Qur’an. Sehingga sahabat yang hafal Al-Quran pasti dia sudah pandai fikih (Asna al-Mathalib, 1/220).
Berbeda dengan era sekarang, hanya menghafal tanpa mendalami ilmu fikih. ketika dihadapkan pada pilihan di atas maka yang paling diprioritaskan untuk menjadi imam shalat adalah orang yang pandai fikih daripada orang yang hafal Al-Qur’an. Wallahu a’lam